GeRAK Desak DPRA Laporkan Proyek Irigasi Cubo ke Aparat Hukum

Koordinator GeRAK Aceh Askhalani

BANDA ACEH – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mendesak Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) harus segera melaporkan temuan terhadap proyek irigasi Cubo, Kecamatan Trieng Gadeng, Kabupaten Pidie Jaya dengan jumlah anggaran sebesar Rp 8 miliar yang bersumber dari dana otonomi khusus (otsus) tahun 2016 itu.

“Segera ditindaklanjuti, fakta dan temuan tidak cukup hanya disampaikan dalam bentuk laporan paripurna semata, tetapi anggota DPRA harus segera menindaklanjuti kasus ini untuk diserahkan kepada instansi penegak hukum,” kata Koordinator GeRAK Aceh Askhalani kepada AJNN, Selasa (25/7).

Menurut Askhalani, temuan dan fakta lapangan terhadap kegiatan program yang ditemukan oleh DPRA sudah memenuhi unsur awal adanya pelaksanaan pembangunan yang berpotensi bermasalah, serta terpenuhi adanya indikasi kerugian keuangan negara. Fakta itu bisa dijadikan sebagai bahan laporan, apalagi kasus temuan dugaan tindak pidana korupsi bukan perkara kasus delik aduan. Jadi, sudah mencukupi syarat formil sebagaimana diamanahkan dalam undang-undang agar dilanjutkan sebagai awal untuk penyidikan aparat hukum.

Kata Askhalani, berdasarkan hasil dan fakta lapangan atas temuan pekerjaan paket kegiatan irigasi Cubo ini yang ditemukan oleh tim pansus DPRA dapat menjadi petunjuk bahwa pelaksanaan proyek tersebut sarat kepentingan dan “koruptif” yang terencana, apalagi pembangunan tidak selesai dilaksanakan, tapi pihak pelaksana kegiatan (kontraktor) berhasil menarik termin (tahapan) pembayaran hingga 100 persen.

Itu sangat tidak logis, kecurigaan menjadi dasar fakta adanya permainan yang sangat ketara dalam pelaksanaan kegiatan proyek, bahkan dapat ditenggerai adanya fakta lain yaitu praktek suap dan koruptif untuk menaikan termin pembayaran.

“Jadi dari dasar dan kondisi tersebut patut diduga pembangunan irigasi Cubo juga melibatkan aktor intelektual sebagai perantara dalam mengambil keuntungan dari pembangunan irigasi itu,” ungkapnya.

Putra asli Aceh Barat Daya ini juga menyampaikan, dari data yang disampaikan pihak pansus DPRA, proyek pembangunan irigasi Cubo dari kajian lapangan diketahui bahwa pembangunan ini tidak selesai dilaksanakan, ditemuka terdapat sepanjang 300 meter tebing saluran belum tuntas dilaksanakan. Kemudian kualitas mutu juga cukup rendah serta adanya dugaan pencairan dana langsung untuk termin 100 persen termasuk memalsukan PHO (provisional hand over).

Askhalani menduga, jika mengacu dari fakta yang sudah disampaikan itu, maka kasus ini tidak berdiri sendiri, melainkan patut dicurigai adanya permainan yang telah didesain dengan rapi, baik itu Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), konsultan pengawas, pihak kontraktor dan pihak lain secara berjamaah.

“Dalam logika pembangunan tidak mungkin jika dana 100 persen begitu mudah ditarik secara tunai, padahal program tersebut tidak kunjung selesai dilaksanakan, jadi atas dasar fakta ini maka kasus ini harus mendapat perhatian penuh, sebab unsur terjadinya kasus sangat terencana untuk mengambil keuntungan dari proyek yang dilaksanakan,” ujar Askhalani.

GeRAK Aceh, kata Askhal mendesak pansus II DPRA secepatnya melakukan upaya lain demi menyelamatkan uang Aceh, serta mendorong aparat penegak hukum untuk dapat melakukan penyidikan terhadap temuan dan fakta lapangan.

“Penegakan hukum harus berani memproses kasus ini, karena bisa memberikan efek jera bagi pelaksana proyek yang tidak bekerja secara baik,” tegasnya.

Apabila ini dibiarkan, kata Askhal, bukan tidak mungkin kedepan kontraktor pelaksana akan melakukan hal yang sama dalam meraup keuntungan pribadi.

“Makanya DPRA perlu mengambil langkah tegas untuk melaporkan kasus ini ke aparat hukum,” kata pengacara muda ini.

Selain itu, Askhalani juga meminta Gubernur Aceh Irwandi Yusuf bersama dengan Kepala Dinas Pengairan Aceh harus melakukan evaluasi terhadap kinerja KPA, PPTK. Apabila ditemukan fakta adanya pelanggaran, maka harus secepatnya diberikan sanksi tegas termasuk memberi efek jera dengan memotong TPK serta mendukung institusi penegak hukum untuk menyidik kasus ini sampai selesai.

“Gubernur Aceh perlu melakukan tindakan tegas termasuk mem-black list perusahaan ini untuk tidak mendapatkan pekerjaan di lingkungan Pemerintah Aceh,” ujar Askhalani.

Sanksi menurut Askhalani penting diberikan supaya perusahaan nakal kedepannya tidak mengulangi praktek yang sama.

“Sanksi ini juga akan memberi efek bagi perusahaan atau kontraktor lain untuk bisa bekerja lebih baik nantinya,” jelasnya.